February 19, 2021

Brigadir Jenderal TNI Gamal Haryo Putro Gelar Diskusi Pengembangan Wisata Desa

| February 19, 2021 |

MOKI, Gunung Sitoli-Dalam rangka pecangan program unggulan wisata desa yang dilaksanakan di Kepulauan Nias beberapa pembicara dalam diskusi pengembangan wisata desa untuk melesayarilan rumah adat, seni budaya dan tradisi warisan leluhur dihadiri Brigadir Jendral TNI Gamal Haryo Putro di Kotamadya Gunung Sitoli Propinsi Sumatera Utara, Sabtu (13/02/2021).


Dihadiri : Brigadir Jenderal TNI Gamal Haryo Putro., Komandan Kodim 0213/Nias Letkol Inf.TP Lobuan Simbolon., Anggota Komisi E DPRD Provinsi Sumatera Utara Drs. Penyabar Nakhe., Direktur Museum Pusaka Nias Nata’alui Duha., Camat Gunungsitoli Barat Arianto Zega, SE., MM., Wakil Ketua Perkumpulan HIDORA, konsultan perencanaan pengembangan pariwisata dan pemberdayaan masyarakat, dari Banyuwangi Jawa Timur, Bachtiar Djanan dan didampingi program wisata budaya Desa Tumöri).


Kepala Desa Tumöri, Tönazarö Zebua menyampaikan bahwa Tahun 2020 di Desa Tumöri telah mencanangkan penetapan program unggulan desa yaitu pengembangan Wisata Desa Budaya sebagai langkah untuk melestarikan rumah adat dan seni budaya serta tradisi warisan leluhur, sekaligus program tersebut menjadi cara untuk pengembangan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 


Wakil Ketua BPD Desa Tumöri, Pariman Waruwu mengatakan dari sembilan desa-desa yang berada di wilayah administratif Kecamatan Gunungsitoli Barat, desa yang memiliki jumlah rumah adat yang terbanyak adalah Desa Tumöri, dan kebetulan rumah-rumah adat ini berdekatan dan berada di satu jalan poros utama desa.


Ketua Lembaga Adat Desa Tumöri, Sozatulo Zebua bahwa kegiatan ini kami sangat mendukung. Karena nama Desa Tumöri berasal dari nama pohon Tumöri, jenis pohon besar dan kayunya sangat kuat, yang ditemukan oleh para pendiri desa di masa lampau. 


"Dimana dulunya di Desa Tumöri terdapat 21 rumah adat yang disebut "Omo Hada", namun kini tinggal tersisa 10 rumah adat. Berkurangnya rumah-rumah adat ini disebabkan karena terjadinya gempa Nias tahun 2005, dan sebagian yang lain telah diubah menjadi rumah biasa karena pemilik rumah adat tidak sanggup lagi dalam menanggung biaya pemeliharaan, "terang Sozatulo Zebua.


Lanjutnya, setiap tahunnya rumah adat harus mengganti atap yang terbuat dari rembia daun sagu, secara bertahap, bila tidak diganti rembia akan membusuk dan bocor. Biaya mengganti atap ini berkisar Rp 10-15 juta per tahun, akhir Sozatulo Zebua.


Camat Gunungsitoli Barat Arianto Zega, SE  MM menjelaskan bahwa Tahun 2020 ini Kecamatan Gunungsitoli Barat mencanangkan untuk dikembangkannya aktivitas wisata di 3 desa, yaitu Desa Tumöri dengan potensi rumah-rumah adat, Desa Lölömoyo Tuhemberua dengan potensi sungai dan satu rumah adat, serta Desa Gada dengan potensi batu megalith dan dua rumah adat, ungkap Arianto.


Ia juga mengharapkan Perkumpulan HIDORA, konsultan perencanaan pengembangan pariwisata dan pemberdayaan masyarakat, dari Banyuwangi - Jawa Timur, yang telah berpengalaman dalam mengembangkan pariwisata berbasis desa di Jawa dan Sulawesi Selatan, untuk mendampingi desa-desa di Kecamatan Gunungsitoli Barat dalam merencanakan, mengelola, dan memasarkan wisata desa dengan program pemberdayaan dan pendampingan masyarakat, harap Arianto.


Wakil Ketua Perkumpulan HIDORA (Hiduplah Indonesia Raya) Bachtiar Djanan menjelaskan Berdasarkan Exit Survey yang dilakukan Pemerintah RI kepada wisatawan mancanegara yang akan meninggalkan Indonesia setelah berwisata di nusantara, didapatkan data bahwa alasan wisatawan datang ke Indonesia adalah 60% karena budaya, 35% karena alam, dan 5% karena man made (buatan), beber Bachtiar.


Sebenarnya desa-desa adalah source/sumber utama dari kekayaan budaya yang ada negeri ini. Tapi wisata desa bukan tujuan utama. Wisata Desa adalah media atau alat. Tujuan program pengembangan wisata desa adalah untuk melestarikan budaya, melestarikan alam dan lingkungan hidup, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ungkap Bachtiar.


Anggota Komisi E DPRD Provinsi Sumatera Utara, Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut, Ketua DPP HIMNI (Himpunan Masyarakat Nias Indonesia) Bidang Seni Budaya Pariwisata, Drs. Panyabar Nakhe dalam pemaparannya bahwa konsentrasi pariwisata di Nias kebanyakan hanya tertuju pada Nias Selatan, untuk Gunungsitoli selama ini belum dikembangkan potensi pariwisatanya, hanya menjadi gerbang pintu masuk baik bagi wisatawan yang datang melalui transportasi udara maupun laut. Padahal potensi di Gunungsitoli cukup banyak, dengan lokasi yang strategis, seperti halnya Desa Tumöri yang hanya berjarak sekitar 4 km dari pusat kota Gunungsitoli, atau hanya sekitar 30 menit dari Bandara Binaka dan Pelabuhan Laut Kota Gunungsitoli, beber Penyabar Nakhe politisi muda dari PDI Perjuangan.


Maka dari itu pemerintah desa dan masyarakat di desa-desa di Gunungsitoli perlu bergerak, dengan dukungan dari Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Kota, Pemerintah Provinsi, dan dengan pendampingan dari konsultan yang telah berpengalaman mengembangkan pariwisata di Banyuwangi.


Awal tahun 2020 saya fokus membina Desa Lölömoyo Tuhembura Kec. Gunungsitoli Barat yang saat ini sudah selesai tahap penghibahan lahan dari masyarakat kepada desa, MasterPlan, dan persetujuan Walikota, terang Penyabar Nakhe.


Selanjutnya Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara, Ibu Ria N Telaumbanua sudah menunjukkan dukungannya dengan membantu pengadaan toilet, gapura dan pengadaan 15.000 bibit bunga untuk Desa Lölömoyo Tuhemburua sebagai desa wisata berbasis potensi alam. 


Pada tanggal 12-19 Des 2020 saat Kegiatan Reses DPRD saya di Kepulauan Nias, saya mengundang Ketua Perkumpulan HIDORA, Pak Tri Andri Marjanto beserta rombongan untuk menjadi narasumber dalam kegiatan Reses tersebut, dengan fokus tema motivasi dan sosialosasi tentang wisata desa, dan selanjutnya dikomunikasikan kepada kepala daerah setempat, tandas Penyabar Nakhe.


Dalam akhir kegiatan Reses tersebut, saya dan Tim Konsultan menyimpulkan untuk perlu mendorong beberapa desa di tiap Kabupaten di Kepulauan Nias untuk bisa didampingi untuk dikembangkan menjadi desa wisata/wisata desa. Desa-desa tersebut yaitu Desa Lölömoyo Tuhemberua untuk potensi wisata alam, Desa Tumöri dan Desa Gada dengan potensi wisata budaya (Kota Gunungsitoli), beberapa desa di Kec. Toma dan Kec. Fanayama (Nias Selatan), dan Desa Bazihöna (Nias). Sedangkan untuk di Kabupaten Nias Barat dan Nias Utara akan menyusul pada kegiatan Reses berikutnya, untuk disepakati mana-mana desa wisata yg akan didampingi dan dikembangkan, sebut Penyabar Nakhe.


Sebagai tindak lanjut kegiatan Reses 12-19 Desember 2020, maka Pak Bachtiar Djanan, Wakil Ketua konsultan Perkumpulan Hidora datang ke Nias untuk melakukan peninjauan, survey lapang, dan mapping, yang muaranya adalah perencanaan grand desain wisata desa-desa binaan tersebut. 


Selanjutnya pada kegiatan Reses berikutnya tanggal 21-28 Februari 2021 yang akan datang, saya kembali akan mengundang Ketua Perkumpulan Hidora untuk menjadi narasumber dalam memperkuat motivasi desa-desa tersebut untuk mempersiapkan diri menjadi desa wisata yang diminati wisatawan, akhir Penyabar Nakhe.


Inspektur Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan, Brigadir Jenderal TNI Gamal Haryo Putro, S.I.P., M.Hum., M.S.S, menyampaikan knjungan Kerja saya ke Nias ini adalah dalam rangka utk memastikan semua program giat Kodim berjalan dengan baik, mendorong inovasi dan kreativitas satuan teritorial dalam melakukan pembinaan teritorial di wilayah, sehingga wilayahnya memiliki ketahanan dalam menghadapi semua ancaman, termasuk di dalamnya yang terkait dengan permasalahan sosial dan budaya, papar Gamal.


Implementasinya, bersama dengan komponen masyarakat yang lain, kita bersama-sama mengoptimalkan potensi daerah, menjaga dan memelihara budaya, lingkungan dan kondusifitas keamanan di daerah. Hilang atau rusaknya rumah adat adalah sebuah kerugian yang tidak ternilai bagi bangsa Indonesia ini, terang Gamal.


Rumah adat adalah salah satu identitas dan jati diri bangsa, dan bangsa yang tidak beridentitas atau tidak memiliki jati diri tentu akan mudah dilemahkan. Ketahanan bangsa bersumber dari ketahanan budaya. Maka, untuk melestarikan rumah-rumah adat yang tersisa dan mengembangkan wisata budaya di Desa Tumöri, diperlukan dukungan, sinergi, dan kolaborasi yang terintegrasi antar berbagai pihak. Saya sangat mengapresiasi dan mendukung penuh program pengembangan wisata budaya di Desa Tumöri khususnya, maupun di Gunungsitoli pada umumnya, tandas Gamal. (doeha)



from MOKI I Kabar-Investigasi.com https://ift.tt/3dzNlB8
Berita Viral

No comments:

Post a Comment

Back to Top