"Sekarang saya fokus membangun rumah-rumah ini mencapai 100 persen untuk diserahkan 500 unit ke masyarakat pada 22 Desember 2018, dan yang sudah rampung lebih dari 300 unit," kata Direktur Utama PT Lestari Pembangunan Jaya, Betty Pattikaihatu di Ambon, Sabtu (1/12).
Sedangkan tahap lanjutan pembangunannya akan diteruskan pada tahun 2019 sampai total rumah yang dibangun mencapai 1.600 unit.
Penjelasan Betty terkait putusan hakim Pengadilan Negeri Ambon yang membebaskan Elkiopas Soplanit dan pengacaranya Moritz Latumeten dalam perkara tindak pidana pemalsuan dokumen PN.
"Mereka mau bebas atau apa pun tidak, tidak berpengaruh terhadap program pembangunan 1.600 unit perumahan rakyat, dan putusan itu belum final karena jaksa masih melakukan upaya hukum lain berupa kasasi," ujarnya.
Tanah ini tidak ada masalah apa pun dan tidak pernah menggugat orang atau sebaliknya, mulai dari Atamimi selaku pemilik tanah sampai lahan ini sudah dibeli oleh PT LPJ dan sudah balik nama dengan sertifikat hak guna bangunan (HGB) nomor 013.
Masyarakat juga tidak membatalkan pembelian rumah tersebut, namun sangat disayangkan pengacara Morits Latumeten berinisial FN justru memanggil para peminat di sekitarnya dan menghasut mereka segera pergi menarik uang pendaftaran karena mereka sudah menang di pengadilan.
"Saya sangat menyesalkan pernyataan dari seorang praktisi hukum senior seperti itu, padahal seharusnya tidak boleh dan saya bisa melaporkannya ke polisi sekarang juga karena telah menghasut atau memprovokasi," tandas Betty.
Ini adalah proyek pemerintah yang bersumber dari APBN, jadi kalau tidak ada sertifikat itu aneh karena membangun rumah harus ada IMB dari Pemkot Ambon, lalu bila status tanah ini bermasalah maka tidak mungkin ada IMB.
Untuk itu FN harus menarik kembali perkataannya, kalau tidak akan dilaporkan ke polisi karena pengacara tidak kebal hukum.
PT LPJ adalah perusahaan yang ditunjuk serta dipercayakan oleh Pemerintah Pusat sebagai pelaksana pembangunan rumah yang dijadikan sebagai bantuan pemerintah kepada masyarakat berpenghasilan rendah.
Anggarannya dari APBN tahun 2017 untuk satu unit rumah senilai Rp141 juta, dan tahun 2018 Rp148,5 juta dimana dana ini merupakan bantuan pemerintah kepada mereka untuk membeli rumah dari PT LPJ melalui KPR bersubsidi.
Jadi masyarakat membayar uang muka Rp11 juta lalu perusahaan membangun rumah dengan anggaran investasi sendiri sampai 100 persen lalu balik nama sertifikat kepada semua konsumen atas nama mereka di kantor ATR/BPN.
Tujuannya sertifikat ini diajukan ke pemkot untuk menerbitkan IMB bagi semua konsumen yang rumahnya sementara dibangun, setelah itu sertifikat dan IMB dibawa ke bank yang ditunjuk pemerintah sebagai bank pelaksana KPR agar mereka melakukan akad kredit di sana dengan bank.
Pencairan kredit para konsumen di bank dengan sisa Rp137 juta lebih inilah yang merupakan bantuan KPR untuk dicairkan baru mereka lunasi rumah tersebut ke PT LPJ. (MP-3)
from Malukupost.com https://ift.tt/2FYshoT
#beritaviral
No comments:
Post a Comment