MOKI, PATI-Sidang ke-3 lanjutan dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh Sri Kunaryati warga Desa Sekarjalak, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, pada tahap ini penasehat hukum terdakwa menghadirkan saksi ahli Hukum Pidana DR Alfitra, SH. MH seorang Dosen yang mengampu Ilmu Hukum Pidana di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Menurut Dio Hermansyah Penasehat Hukum Sri Kunaryati, terdakwa kasus dugaan penganiayaan dalam fakta-fakta persidangan, semua saksi dari pelapor dianggap bohong dan berbelit-belit, bahkan berubah-ubah, karena tidak sesuai dengan BAB penyidikan dari Kepolisian. Maka dari fakta-fakta persidangan sebelumnya pada saat agenda keterangan saksi dari pelapor, dalam keterangan saksi yang berbelit-belit dan tidak sesuai dengan BAP, dalam sidang ke-3 lanjutan menghadirkan saksi ahli Pidana dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta agar ada kejelasan terkait unsur-unsur pidana yang dituduhkan kepada Sri Kunaryati.
"Ya kami tadi menghadirkan saksi ahli Pidana dari UIN Syarif Hidayatullah yang menerangkan bahwa saksi ahli melihat adanya keterangan yang berubah-rubah terkait adanya saksi palsu, kemudian terkesan direkayasa sehingga menghadirkan saksi ahli. Dalam perjalanan sidang tadi juga saya tidak melihat adanya Foto-foto luka korban, artinya begini, visum apabila itu ada Luka berat setidaknya ada gambaran foto pendukung yang polisi juga bisa menghadirkan kebenaran ada luka memar atau luka apa pada diri si korban yang disebabkan oleh tindakan seperti yang di utarakan oleh pelapor dan di dakwaan JPU terhadap terdakwa.
Tapi dalam persidangan ini tidak bisa di perlihatkan, dalam hasil Visum Tidak adanya bukti foto-foto pendukung dalam kejadian yang bisa dihadirkan oleh penuntut umum. Kemudian dari keterangan terdakwa baju yang dianggap digunakan korban pada waktu kejadian yang dihadirkan oleh penuntut umum juga lain. Bahkan terkesan masih terlihat bersih baru, tidak ada bekas tanah atau lepas kancing atau sobek karena ditarik oleh terdakwa. Oleh karena itu kami meminta dan memohon Kepada Majelis Hakim agar terdakwa dilepaskan karena dari kesaksian dari korban sendiri, dari pelapor dan ke empat Saksi-saksi satu diantaranya ada anak dibawah umur yang diperbolehkan menjadi saksi dalam persidangan,itu tidak ada yang sama dan tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan,"kata Dio Hermansyah, SH penasehat hukum terdakwa Sri Kunaryati.
Ahli Hukum Pidana Doktor Alfitra, SH. MH., dalam keterangannya kepada awak media selesai memberi kesaksian, Menurut pendapat ahli hukum pidana dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, DR alfitra S.H.,M.H, dalam memberikan keterangan jalannya persidangan ini tadi,"Unsur pidana pasal 351 ayat 1 KUHP belum memenuhi. Unsur mensrea (niat) itu tidak terpenuhi. Maka dengan tidak terpenuhi unsur niat tersebut, maka dalam Pasal 191 ayat (1) Kuhap terdakwa harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Karena di Indonesia menganut sistem dualistik bukan monoistik. Maksudnya adalah niat ataupun akibat dari perbuatan itu harus terpenuhi. Maka Berbeda dengan negara anglo saxon. Kalau di negara anglo saxon satu unsur saja terpenuhi maka dapat di pidana. Kemudian Dari hasil keterangan saksi-saksi pelapor yang tidak sesuai dengan BAP Kepolisian. Karena tingkat Penyidikan Kepolisian adalah gerbang untuk penyidikan selanjutnya. Kalau keterangan saksi pelapor selalu berbelit-belit dan berubah-ubah tidak bisa membuktikan sesuatu tindakan yang dilakukan oleh terdakwa, terdakwa harus dibebaskan,"katanya.
Berdasarkan pasal 168 KUHAP, bahwa hubungan sedarah ataupun semenda sampai derajat ketiga itu tidak boleh didengar kesaksiannya. Dilarang menjadi saksi. Tapi dalam persidangan ini, Majelis Hakim memperbolehkan menjadi saksi dan mendengarkan kesaksiannya bahkan sudah di masukan kedalam BAP.
"Dengan adanya anak dibawah umur yang seharusnya tidak boleh dijadikan saksi, lihat pasal 171 KUHAP, Tidak boleh dijadikan saksi, hanya boleh didengarkan keterangannya dan itupun tidak berada didalam persidangan. Namun dalam persidangan ini majelis hakim juga memperbolehkan anak dibawah umur menjadi saksi, bahkan disebutkan sebagai saksi fakta. Yang mana pada fakta persidangan juga memberikan keterangan yang berbeda, tidak sinkron dengan keterangan saksi korban dan Saksi-saksi lainnya. Terlebih lagi dalam persidangan ini, anak dibawah umur yang telah dijadikan saksi tidak ada pendampingan dari komisi perlindungan anak atau bagian PPA. Ini tidak diperbolehkan. "Imbuhnya Doktor Alfitra.
Penasehat Hukum Sri Kunaryati, Dio Hermansyah menambahkan," Kami akan melaporkan semua saksi pelapor keranah hukum dan akan melaporkan juga penyidik Kepolisian ke Propam karena kasus ini terlalu dipaksakan dan mengkriminalisasi Sri Kunaryati,"katanya.
Sampai sidang lanjutan ke-3 pengajuan penangguhan penahanan Sri Kunaryati mengingat kondisi kedua anak Sri Kunaryati yang masih balita oleh Dio Hermansyah Penasehat Hukum terdakwa juga belum ada jawaban dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pati . (Aris)
Menurut Dio Hermansyah Penasehat Hukum Sri Kunaryati, terdakwa kasus dugaan penganiayaan dalam fakta-fakta persidangan, semua saksi dari pelapor dianggap bohong dan berbelit-belit, bahkan berubah-ubah, karena tidak sesuai dengan BAB penyidikan dari Kepolisian. Maka dari fakta-fakta persidangan sebelumnya pada saat agenda keterangan saksi dari pelapor, dalam keterangan saksi yang berbelit-belit dan tidak sesuai dengan BAP, dalam sidang ke-3 lanjutan menghadirkan saksi ahli Pidana dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta agar ada kejelasan terkait unsur-unsur pidana yang dituduhkan kepada Sri Kunaryati.
"Ya kami tadi menghadirkan saksi ahli Pidana dari UIN Syarif Hidayatullah yang menerangkan bahwa saksi ahli melihat adanya keterangan yang berubah-rubah terkait adanya saksi palsu, kemudian terkesan direkayasa sehingga menghadirkan saksi ahli. Dalam perjalanan sidang tadi juga saya tidak melihat adanya Foto-foto luka korban, artinya begini, visum apabila itu ada Luka berat setidaknya ada gambaran foto pendukung yang polisi juga bisa menghadirkan kebenaran ada luka memar atau luka apa pada diri si korban yang disebabkan oleh tindakan seperti yang di utarakan oleh pelapor dan di dakwaan JPU terhadap terdakwa.
Tapi dalam persidangan ini tidak bisa di perlihatkan, dalam hasil Visum Tidak adanya bukti foto-foto pendukung dalam kejadian yang bisa dihadirkan oleh penuntut umum. Kemudian dari keterangan terdakwa baju yang dianggap digunakan korban pada waktu kejadian yang dihadirkan oleh penuntut umum juga lain. Bahkan terkesan masih terlihat bersih baru, tidak ada bekas tanah atau lepas kancing atau sobek karena ditarik oleh terdakwa. Oleh karena itu kami meminta dan memohon Kepada Majelis Hakim agar terdakwa dilepaskan karena dari kesaksian dari korban sendiri, dari pelapor dan ke empat Saksi-saksi satu diantaranya ada anak dibawah umur yang diperbolehkan menjadi saksi dalam persidangan,itu tidak ada yang sama dan tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan,"kata Dio Hermansyah, SH penasehat hukum terdakwa Sri Kunaryati.
Ahli Hukum Pidana Doktor Alfitra, SH. MH., dalam keterangannya kepada awak media selesai memberi kesaksian, Menurut pendapat ahli hukum pidana dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, DR alfitra S.H.,M.H, dalam memberikan keterangan jalannya persidangan ini tadi,"Unsur pidana pasal 351 ayat 1 KUHP belum memenuhi. Unsur mensrea (niat) itu tidak terpenuhi. Maka dengan tidak terpenuhi unsur niat tersebut, maka dalam Pasal 191 ayat (1) Kuhap terdakwa harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Karena di Indonesia menganut sistem dualistik bukan monoistik. Maksudnya adalah niat ataupun akibat dari perbuatan itu harus terpenuhi. Maka Berbeda dengan negara anglo saxon. Kalau di negara anglo saxon satu unsur saja terpenuhi maka dapat di pidana. Kemudian Dari hasil keterangan saksi-saksi pelapor yang tidak sesuai dengan BAP Kepolisian. Karena tingkat Penyidikan Kepolisian adalah gerbang untuk penyidikan selanjutnya. Kalau keterangan saksi pelapor selalu berbelit-belit dan berubah-ubah tidak bisa membuktikan sesuatu tindakan yang dilakukan oleh terdakwa, terdakwa harus dibebaskan,"katanya.
Berdasarkan pasal 168 KUHAP, bahwa hubungan sedarah ataupun semenda sampai derajat ketiga itu tidak boleh didengar kesaksiannya. Dilarang menjadi saksi. Tapi dalam persidangan ini, Majelis Hakim memperbolehkan menjadi saksi dan mendengarkan kesaksiannya bahkan sudah di masukan kedalam BAP.
"Dengan adanya anak dibawah umur yang seharusnya tidak boleh dijadikan saksi, lihat pasal 171 KUHAP, Tidak boleh dijadikan saksi, hanya boleh didengarkan keterangannya dan itupun tidak berada didalam persidangan. Namun dalam persidangan ini majelis hakim juga memperbolehkan anak dibawah umur menjadi saksi, bahkan disebutkan sebagai saksi fakta. Yang mana pada fakta persidangan juga memberikan keterangan yang berbeda, tidak sinkron dengan keterangan saksi korban dan Saksi-saksi lainnya. Terlebih lagi dalam persidangan ini, anak dibawah umur yang telah dijadikan saksi tidak ada pendampingan dari komisi perlindungan anak atau bagian PPA. Ini tidak diperbolehkan. "Imbuhnya Doktor Alfitra.
Penasehat Hukum Sri Kunaryati, Dio Hermansyah menambahkan," Kami akan melaporkan semua saksi pelapor keranah hukum dan akan melaporkan juga penyidik Kepolisian ke Propam karena kasus ini terlalu dipaksakan dan mengkriminalisasi Sri Kunaryati,"katanya.
Sampai sidang lanjutan ke-3 pengajuan penangguhan penahanan Sri Kunaryati mengingat kondisi kedua anak Sri Kunaryati yang masih balita oleh Dio Hermansyah Penasehat Hukum terdakwa juga belum ada jawaban dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pati . (Aris)
from KabarInvestigasi I Portal Of Investigation https://ift.tt/2LVGS6a
Berita Viral
No comments:
Post a Comment