Batubara. Topinformasi.com
Kasus 6 tandan sawit yang sudah masuk pada tahap persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kisaran sebagai terdakwa Suradi, ini cermin penindakan hukum "tajam kebawah tumpul keatas. "Sebab saksi-saksi yang dihadirkan JPU selaku pihak mewakili PT Moeis tidak mampu membuktikan hak atas tanah secara yuridis dalam persidangan. "Hal itu diungkapkan Zamal Setiawan Dan Fatner selaku kuasa hukum terdakwa, Jumat 13/10/2023.
Dengan demikian Zamal meminta Pengadilan Negeri (PN) Kisaran untuk membebaskan kliennya Suradi yang mengambil 6 tandan buah sawit dari areal kebun sawit yang diklaim milik PT Moeis.
"Menurut Zamal, perkara ini merupakan problematika sosial yang sejatinya harus diurai dan menjadi tugas pemerintah pusat dan Pemerintah Kabupaten Batubara dalam memelihara fakir miskin untuk maengangkat kualitas hidupnya.
Sangat tidak Arif jika Suriadi yang mengaku khilaf mengambil 6 tandan buah sawit harus didakwa dengan ancaman 7 tahun penjara. Apa lagi buah sawit itu diambil untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama keluarganya,” ujar Zamal,
Dikatakan Zamal, kami berusaha mendorong semua pihak untuk menyelesaikan persoalan ini dengan sudut pandang pendekatan Restorative Justice. Namun pihak Kepolisian, Kejaksaan, dan PN Kisaran menolak jalan penyelesaaian, padahal ruang itu terbuka lebar."
Tentunya hal ini tidak berbanding lurus dengan semangat UU Perkebunan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 yang menyatakan, kegiatan usaha budi daya tanaman perkebunan dan/atau usaha pengolahan hasil perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perkebunan apabila telah mendapatkan hak atas tanah dan/atau izin usaha perkebunan."bebernya.
“Kami menilai PT. Moeis tidak patut dan tidak layak disebut sebagai entitas perusahaan perkebunan. Maka PT. Moeis tidak berhak menggunakan UU Perkebunan untuk melaporkan/menuntut klien kami (Suriadi-red) ke Penegak Hukum,” tegasnya.
Dikatakannya, perkara ini sudah bermasalah sejak diterimanya laporan di kepolisian, karena tidak sejalan dengan apa yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 23 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yakni “Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan Undang-Undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.”
Sebagai Penasihat hokum, pihaknya mendorong Publik untuk memberi perhatian lebih terhadap aspek legal PT. Moeis. “Kita harus mencurigai, jangan-jangan penguasaan tanah terhadap lahan Budidaya tidak berbasis pada aspek legal,” sambung Zamal.
Kecurigaan ini berbanding lurus, takkala kami menemukan beberapa informasi yang tidak berkesesuaian tentang aspek legal yang diantaranya, lokasi bidang tanah yang menjadi ruang budi daya perkebunan yang saat ini dikuasai PT. Moeis telah diubah menjadi Ruang Pemukiman. Hal ini dapat kita lihat malalui lampiran-lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Batubara No.11 Tahun 2020.
Berdasarkan temuan Firma hukum, Zamal dan Fatner, Hak atas tanah PT. Moeis adalah dengan Sertifikat HGU dengan Nomor 3, Desa Sipare-Pare berakhir HGU pertanggal 31 Desember 2020.
Apakah sertfikat HGU dapat diperpanjang dengan kenyataan saat ini bidang tanah yang dikuasai PT. Moeis telah diubah menjadi ruang yang telah diatur sebagai ruang pemukiman dan bukan ruang untuk budidaya perkebunan?, tanya Zamal.
"Menurutnya temuan-temuan di atas seolah-olah dikonfirmasi oleh Data/ Informasi dari situs website https://ift.tt/UYpgGrl milik Kementerian ATR/BPN yang menyatakan bahwa Bidang-bidang Tanah yang saat ini dikuasai oleh PT. Moeis di informasikan tidak/ belum dilekati hak atas tanah. Terakhir, untuk tegaknya hukum dan keadilan bagi klien kami (Suradi-red), maka Suradi harus dibebaskan. (dr)
from TOPINFORMASI.COM https://ift.tt/3IQsxEK
Berita Viral
No comments:
Post a Comment