JAKARTA – Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA sangat prihatin dan menyayangkan perilaku oknum aparat kepolisian di berbagai kantor polisi di negeri ini. Salah satunya adalah oknum Kasatreskrim Polres Merangin, Jambi, berinisial IDS berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP).
“Oknum polisi itu terindikasi kuat menggunakan kewenangannya dengan sewenang-wenang. Saat ini dia melakukan penahanan terhadap wartawan media Global Investigasi News (GIN) atas nama Ahmad Taufik dan Sumiran atas laporan dugaan tindak pidana yang minim alat bukti,” ungkap tokoh pers nasional itu ketika mendapatkan laporan dari Pimpinan Redaksi GIN terkait penahanan wartawannya tersebut, Senin, 14 Feberuari 2022.
Ketika ditanyakan terkait penyebab penahanan yang terkesan dipaksakan atas kedua wartawan itu, Lalengke mengatakan bahwa ada indikasi kuat penahanan tersebut terkait pemberitaan. Akibat pemberitaan di media GIN, setoran ke oknum-oknum pejabat, baik di Polres Merangin maupun oknum penguasa setempat lainnya dari para pengusaha tambang illegal terhenti.
“Saya menduga kuat ini terkait pemberitaan di media Global Investigasi News tentang aktivitas penambangan illegal di wilayah Merangin yang terindikasi diback-up oleh oknum-oknum di Polres, Kodim, dan penguasa daerah setempat lainnya. Akibat pemberitaan, setoran rutin dari para pengusaha penambangan tanpa izin (PETI) macet alias terhenti. Nah, saat ada warga yang membuat LP teradap wartawan ini, kesempatan itu tidak disia-siakan oleh oknum-oknum tersebut untuk membungkam wartawan Ahmad Taufik dan Sumiran dengan melakukan penahanan atas kasus receh yang tidak didukung bukti kuat,” beber alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu kepada ratusan media yang terafiliasi ke PPWI sambil mengirimkan tautan pemberitaan kasus penambangan illegal dimaksud [1].
Tindakan oknum polisi yang sewenang-wenang ini, tegas Lalengke, bukan saja merupakan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri (KEPP) tetapi juga masuk ranah pidana. ”Yaa sangat jelas, menahan orang tanpa didukung bukti kuat atas dugaan tindak pidana yang disangkakan merupakan pelanggaran, bukan saja pelanggaran KEPP tapi juga bisa masuk ranah pidana, bahkan melanggar HAM,” ujar Ketum PPWI yang terkenal getol membela warga terzolimi ini.
Untuk itu, Lalengke berharap agar para Pimpinan Polri di tingkat pusat melakukan evaluasi atas kinerja Polres Merangin secara keseluruhan. Demikian juga instansi lainnya seperti Mabes TNI agar melakukan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap kinerja aparatnya di daerah itu.
“Saya mengharapkan Kapolda Jambi dan Kapolri segera mengevaluasi kinerja para bawahannya di Polres Merangin, termasuk memeriksa mantan Kapolres dan Kapolres baru di sana. Demikian juga kepada Pangdam Sriwijaya dan Panglima TNI, agar segera evaluasi aparat di Kodim daerah itu. Informasi yang diterima redaksi, Kasdim terlibat dalam kegiatan PETI dengan menyediakan mesin dompeng yang digunakan penambang untuk menambang secara illegal,” tambah Lalengke.
Sebagaimana diketahui bahwa dua wartawan Global Investigasi News Biro Kabupaten Merangin ditahan oleh Polres Merangin atas nama Ahmad Taufik dan Sumiran, sejak Senin malam, 14 Februari 2022. Mereka ditahan atas laporan warga Merangin, seorang ibu berinisial RH, yang menuduh mereka melakukan pelanggaran pidana sebagaimana diatur pada pasal 372 dan 378 KUHPid, dengan alat bukti yang sangat lemah.
Cerita bermula saat RH meminta Amrizal, mantan wartawan GIN, membantu mengusahakan penangguhan penahanan terhadap suaminya yang ditangkap karena pasal 480 KUHPid tentang penadah barang curian. Amrizal dengan RH kemudian mengadakan kesepakatan kerjasama dengan biaya operasional Rp. 43 juta. Dalam proses berikutnya, Amrizal mengajak Ahmad Taufik dan Sumiran, rekan wartawan di media GIN, untuk membantunya melobi Polres Merangin.
Singkat cerita, upaya penanggunan penahanan suami RH ternyata gagal walaupun telah dibantu oleh seorang pengacara yang ditunjuk oleh penyidik Polres Merangin. Akhirnya, proses hukum terhadap suami RH berlanjut ke pengadilan dan diputus 1 tahun kurungan penjara.
Akibat kegagalan Amrizal dan kawan-kawan ini, RH meminta kembali seluruh dana operasional yang diberikan ke mereka sebesar Rp. 43 juta [2]. Tentu saja, bila akan dikembalikan, mereka tidak bisa mengembalikan dana operasional tersebut secara utuh karena sebagian sudah terpakai untuk bayar pengacara dan operasional mereka. Nasib apes, RH tetap ngotot meminta dananya dikembalikan utuh, yang karena tidak bisa dipenuhi, ia ke polisi membuat LP dengan tuduhan penggelapan dan penipuan yang dilakukan terlapor Amrizal dan kawan-kawan.
Aneh bin ajaib, hanya Ahmad Taufik dan Sumiran yang dijadikan tersangka dan kini ditahan. Sementara itu, Amrizal sebagai pembuat kesepakatan dengan RH dan menerima dana operasional tidak dijadikan tersangka dalam kasus ini. Juga, sang pengacara yang ditunjuk oleh penyidik Polres Merangin tidak diproses hukum walaupun dia terlibat dalam persoalan tersebut.
Berdasarkan keganjilan itulah, publik patut menduga kuat bahwa laporan polisi dari RH ini dimanfaatkan dengan baik sebagai kesempatan emas oleh oknum di Polres Merangin untuk membalaskan dendam kesumatnya ke kawan-kawan media GIN karena teman-teman ini banyak mengungkap dan memberitakan kasus PETI yang terindikasi kuat terafiliasi dengan oknum Kasatreskrim Polres Merangin. Proses kriminalisasipun dijalankan agar kedua wartawan tersebut bisa masuk kerangkeng.
Saat dikonfirmasi ke Kapolres Merangin, AKBP Dewa Ngakan Nyoman Arinata, dan mantan Kapolres Merangin, AKBP Irwan Andy Purnamawan, S.I.K, terkait kasus ini, kedua pejabat tersebut tidak memberikan respon apapun hingga berita ini naik tayang. Pesan WhatsApp tidak dibalas, voice note tidak direspon, telepon juga tidak mendapatkan respon sebagaimana layaknya pejabat yang baik dalam melayani rakyat.
Demikian juga, ketika redaksi mengubungi Kasatreskrim AKP Indar Dwi Septian, dua nomor kontaknya tidak aktif.
(APL/Red)
from Kabar-Investigasi.com https://ift.tt/HjGbkwE
Berita Viral
No comments:
Post a Comment