TOPINFORMASI.COM
SAMOSIR - Ditundanya penanganan perkara pidana yang sudah dilimpahkan oleh penyidik Kepolisian Polda Sumatra Utara (Poldasu) pada 14 Agustus 2021 kepada Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara (Kejatisu), mengejutkan para korban penyerobotan lahan. Pasalnya, penundaan itu membuat para tersangka oknum mafia tanah PS dan KS warga Kabupaten Samosir bebas berkeliaran.
Jons Arifin Turnip melalui kuasa hukumnya, Beltsazar NS Panjaitan,S.H. Senin (1/11/2021), salah satu dari sekian banyak korban penyerobotan lahan, kliennya (Jons Arifin Turnip) menyatakan, pihak Kejatisu tidak segera menyidangkan perkara pidana yang diduga dilakukan oknum mafia tanah, sehingga ia dan para korban melayangkan surat resmi tanggal 29 Oktober 2021 dengan No. 34/BNSP/S/X/2021 dari kantor hukum Beltsazar Panjaitan kepada Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara (Kejatisu).
Dalam surat itu dilampirkan banyaknya kekeliruan penafsiran yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi yang mengakibatkan perkara yang sudah tiga tahun ini bergulir ini tidak kunjung disidangkan.
"Hukum itu untuk mendapatkan keadilan. Dan, hukum itu harus memandang sama setiap warga negara, sehingga kami menilai Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi tidak objektif dan teliti dalam meneliti berkas perkara pidana atas nama Tersangka PS dan KS yang dilimpahkan oleh penyidik kepolisian. Kepolisian sendiri menetapkan PS dan KS sebagai tersangka yang disangkakan melanggar Pasal 263, Pasal 266 hingga Pasal 372. Namun, sampai saat ini Kejaksaan masih menunda perkara tersebut dengan alasan masih ada sengketa keperdataan yang mana klien kami tidak pernah berperkara secara perdata dengan para tersanga kata ," kata Beltsazar Panjaitan.
Baginya tidak elegen mengintervensi tugas kejaksaan, namun sebagai kuasa hukum masyarakat korban penyerobotan lahan, ia wajib memberikan data dan fakta yang sebenarnya agar keadilan didapatkan oleh masyarakat korban. Apalagi diatas tanah milik korban telah diterbitkan banyak sertipikat yang diduga dipalsukan oleh para tersangka dan parahnya masyarakat yang namanya tercantum dalam sertipikat tersebut tidak merasa memiliki tanah dan tidak pernah mengajukan permohonan pendaftaran kepemilikan tanah ke Badan Pertanahan Kabupaten Samosir.
"Beberapa masyarakat yang namanya dicantumkan telah mengajukan keberatan ke BPN Samosir dan rencananya akan kami dampingi dalam membuat laporan kepolisian.
Kedua tersangka ini PS dan KS diduga melakukan serangkaian perbuatan pidana pemalsuan atas surat kepemilikan tanah yang dilakukan secara sistematis dan terorganisir hingga kami duga melibatkan oknum oknum pegawai Badan Pertanahan Nasional Kabupaaten Samosir (BPN) karena para tersangka kami duga memanfaatkan program Presiden dalam hal pendaftaran hak melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Sehingga para korban seolah tak berdaya tanahnya diserobot dan hanya berharap adanya perhatian dan keadilan dari aparat penegak hukum.
Bahkan, bukti bukti atas pemalsuan surat dan perbuatan pidana yang dilakukan oleh PS dan KS sudah dilampirkan dengan lengkap dalam surat, sehingga berdasarkan seluruh alat bukti yang ada Kepolisian Daerah Sumatra Utara melimpahkan berkas perkara trsebut ke Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara pada tanggal 12 April 2021 dengan Surat Nomor Polisi BP/58/IV/2021 dan Nomor Polisi : BP/58.a/IV/2021," tambah Panjaitan.
Dan alasan Jaksa Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang menyampaikan masih ada perkara perdata dalam kasus antara korban Jons Arifin Turnip dengan para tersangka jelas tidak benar. Pasalnya, korban Jons Arifin Turnip tidak pernah bersengketa tentang kepemilikan lahan di Pengadilan Negeri.
"Maka, kami meminta kepada Jaksa Agung RI agar segera mengevaluasi kinerja Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara (Kejatisu) yang kami nilai tidak berdaya dalam menyidangkan perkara penyerobotan lahan yang terjadi di Samosir. Padahal, pemerintah pusat sangatlah serius dan berkomitmen menindak tegas para pelaku oknum mafia tanah yang memalsukan surat kepemilikan tanah," tambahnya.
Lebih lanjut, Panjaitan menjelaskan sudah berkordinasi dengan penyidik Kepolisian Polda Sumatra Utara yang menangani perkara pidana ini dan penyidik Polda menyatakan ada petunjuk dari Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara perihal ditundanya perkara pidana ini dikarenakan ada perkara perdata. "Terkait petunjuk adanya perkara perdata, sekali lahi kami nilai jelas salah arti dan tidak benar adanya perkara perdata dalam pidana ini," terangnya.
Tidak itu saja, pihaknya segera menyurati Presiden RI,Kejaksaan Agung dan Kementerian ATR/BPN agar dapat kiranya memberi atensi dalam penanganan permasalahan yang menimpa para korban Mafia tanah di Kabupaten Samosir serta meminta Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara harus mengkaji ulang dan meneliti ulang berkas perkara atas nama tersangka PS dan KS secara objektif supaya perkara tersebut agar segera dilanjutkan ke Pengadilan untuk disidangkan agar tercipta kepastian hukum terutama bagi masyarakat pencari keadilan.
Sementara itu, Sekretaris Lembaga Kajian Kebijakan Publik (LKKP) Keadilan, Achmad Riza Siregar mengatakan, Kejaksaan sejatinya harus memberikan kepastian hukum bagi setiap masyarakat Indonesia yang sedang menjalani proses hukum.
Dengan tidak melanjutkan perkara pidana ke Pengadilan, Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara jelas telah menodai hukum dan menciderai masyarakat kecil para korban ulah nakal oknum mafia tanah.
"Presiden RI, Jokowi harus memanggil Kejagung dan mengevaluasi kinerja Kejatisu, sebab perkara Pidana yang sudah dilimpahkan oleh Kepolisian Polda Sumatera Utara tidak dilanjutkan ke Pengadilan oleh penyidik Kejaksaan, ada apa gerangan, " kata Achmad Riza.
Ia berharap masyarakat terus rapatkan barisan untuk menyuarakan setiap kejanggalan yang terjadi, dan LKPP selalu siap membantu untuk menyuarakan permasalahan tentang pelayanan publik.
Sementara itu, belum lama, saat dikonfirmasi Kasi Penkum Kejati Sumut Yos Arnold Tarigan segera mengeceknya. (Red)
from TOPINFORMASI.COM https://ift.tt/31f5EYl
Berita Viral
No comments:
Post a Comment