MOKI, Jakarta - Anggota Baleg DPR, Firman Soebagyo meminta semua pihak untuk tidak menjadikan omnibus law RUU Cipta Kerja sebagai komoditi politik demi kepentingan kelompok tertentu yang tidak ingin melihat perekonomian bangsa maju.
Hal ini disampaikan Firman menyikapi pernyataan kelompok tertentu yang menilai DPR dan pemerintah tidak punya hati karena menyepakati omnibus law RUU Cipta Kerja untuk dibahas di tengah pandemi virus Corona.
Menurutnya, RUU Cipta Kerja dinilai menjadi langkah konkrit dan terobosan dari pemerintah untuk utuk membuat rencana kerja dan memastikan pemulihan ekonomi pasca pandemi covid 19 virus corona. Firman pun menekankan, pemerintah harus segera merespons dampak ekonomi tersebut.
"Jadi semua pihak saya minta jangan berasumi yang tidak-tidak terkait s RUU Cipta Kerja dan jangan juga ini dijadikan komoditi politik. Seharusnya RUU ini betul-betul dijadikan kepentingan nasional. Apalagi RUU ini banyak diharapkan dan menjadi angin segar, tentunya nanti pemerintah bisa melakukan langkah konkrit dan terobosan serta memberikan insentif yang jelas terkait pemulihan ekonomi ini," jelas Firman di Jakarta, Rabu (15/4/2020).
Menurutnya, dampak ekonomi dari Covid-19 dirasakan oleh seluruh negara-negara yang terdampak dan tanpa kecuali termasuk Indonesia dan harus direspon cepat yang terkait permasalahan ekonomi ini dengan segera. Jika pemerintah dan DPR tidak segera membuat regulasi ekonomi yang memadai atau terobosan yang mengimbangi negara lain, maka Indonesia akan ketinggalan dan terpuruk dalam permasalahan ekonomi yang berkelanjutan pasca pandemi.
"Target investasi bisa tidak tercapai, ekonomi kita tidak akan pulih, ditambah lagi tenaga kerja yang sudah banyak menganggur akan terus bertambah dan sangat sulit diatasi. Sekarang justru tepat kita melakukan pembahasan RUU Cipta Kerja ini," kata politikus Golkar ini.
Diketahui, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak keras sikap DPR RI yang telah menyepakati omnibus law RUU Cipta Kerja untuk dibahas di Badan Legislasi (Baleg) di tengah pandemi virus Corona. DPR dinilai tidak punya hati nurani.
“Kami berpendapat, anggota DPR yang mengesahkan pembahasan RUU Cipta Kerja di Baleg tidak punya hati nurani dan tidak memiliki empati kepada jutaan buruh yang sampai saat ini bertaruh nyawa dengan tetap bekerja di pabrik-pabrik, di tengah hinbauab social distancing,” kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangannya, Jumat (3/4/2020).
Firman S berpendapa bahwa Pandemi sdh ditangani secara baik oleh pemerintah, telah dibentuk Gugus Tugas Pandemi Covid 19 yang dipimpin Doni Monardo yang sudah bekerja keras selama ini. Anggota DPR bukan ahli medis, namun semua aggt DPR sudah melakukan gerakan dan tindakan sosial di dapil masing-masing. Oleh karena itu DPR sesuai amanat UU No 12 th 011 tetap harus menjalakan tugas dan fungsi masing-masing sesuai Tupoksinya.
Kalau Komisi kesehatan ya memantau tugas Gugus tugas Pademi covid 19 seperti apa pelaksanaanya dan terus melakukan evaluasi bersama pemerintah. Kalau DPR tdk boleh bekerja bagaiman revisi anggaran utk relokasi dan refukusing anggaran di masing-masing komisi utk mendukung penangan covid 19 ini?! tegas. Firman S.
Kalau Baleg ya tugasnya menyiapkan regulasi membahsaRUU untuk mengantisipsi dan mengatasi pasca pandemi Covid 19,agar bangsa ini tidak terjadi krisis ekonomi berkepanjangan dan menurut saya ini jauh lebih berbahaya,karena data dari Kadin Indonseia pengangguran/PHK atau karayawan yang dirumahkan diperkirakan sdh mecapai 3 juta orang egek dan dampak Pandemi ini, tegas Firman S.
Iqbal meminta omnibus law RUU Cipta Kerja dihapus dari program legislasi nasional (prolegnas) priroritas tahun 2020. Menurutnya, sebaiknya pembahasan RUU tersebut dilakukan setelah pandemi virus Corona berakhir.
“Nanti setelah pandemi Corona teratasi dan strategi pencegahan darurat PHK yang mengancam puluhan bahkan ratusan ribu buruh berhasil dilakukan, baru kita semua bisa berpikir jernih untuk membahas RUU Cipta Kerja,” ujarnya.
Penolakan itu akan disuarakan KSPI melalui aksi di depan DPR RI pada pertengahan April 2020 yang akan melibatkan 50.000 buruh se-Jabodetabek. Aksi itu akan tetap dilakukan di tengah imbauan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran virus Corona.
“KSPI akan melakukan aksi pada pertengahan April 2020 dengan melibatkan 50 ribu buruh se-Jabodetabek. Bahkan buruh tidak gentar dengan risiko tentang Corona maupun adanya larangan mengumpulkan banyak orang. Karena saat ini buruh menghadapi dua ancaman serius terhadap hidupnya dan keluarganya, yaitu yang pertama, ancaman nyawa yang hilang karena belum diliburkan di saat pandemi Corona,” ujar Iqbal.
“Dan yang kedua adalah ancaman masa depan buruh yang terpuruk karena omnibus law RUU Cipta Kerja yang akan dibahas oleh Panja Baleg,” imbuhnya.
Alih-alih membahas RUU Cipta Kerja, menurut Iqbal, DPR sebaiknya fokus membantu pemerintah memikirkan upaya mengatasi penyebaran virus Corona. Selain itu, DPR juga diminta memberi masukan pada pemerintah terkait potensi ancaman PHK yang akan terjadi akibat virus Corona dan setelah pandemi ini berakhir.
“DPR bersama pemerintah fokus memikirkan cara yang efektif dan cepat untuk mengatasi penyebaran virus Corona. Salah satunya dengan meliburkan buruh dengan tetap membayar upah penuh, sebagai langkah social distancing. Sampai hari ini jutaan buruh masih bekerja di perusahaan, mereka terancam nyawanya,” tuturnya.
KSPI melihat ada empat alasan yang akan menyebabkan terjadinya PHK besar-besaran di tengah dan pasca pandemi Corona, yaitu menipisnya bahan baku, anjloknya nilai tukar rupiah, industri pariwisata yang merosot, dan anjloknya harga minyak mentah. KSPI juga punya sejumlah alasan menolak omnibus law RUU Cipta Kerja, di antaranya outsourcing seumur hidup hingga potensi hilangnya jaminan sosial dan hak cuti.
“KSPI berharap anggota DPR RI mendengarkan suara buruh Indonesia dengan menghentikan pembahasan onmnibus law RUU Cipta Kerja sampai pandemi Corona selesai dan tidak terjadi ancaman darurat PHK pasca pandemi Corona,” pungkasnya.
Sebaliknya Firman Soebagyo menegaskan agar masarakat tidak disesatkan dengan pernyataan sikap kelompok yang hanya mementingkan kepentingan kelompoknya dan tidak memahami dan memperhatikan ada kepentingan yang lebih besar kepentigan bangas dan negara ini. Masarakat juga harus memahami bahwa DPR dalam melaksanakan tugas sdh diatur dalam berbagai UU.
Firman balik bertanya kalau pasca pendemi pelaku usaha tak bergerak industrinya lumpuh atau mengalihkan investasinya kenegara lain lalu pekerja kita mau kerja dimana mau kerja apa? Tolong ini dipikir secara jernih dan rasional jangan emosional. (Red)
Hal ini disampaikan Firman menyikapi pernyataan kelompok tertentu yang menilai DPR dan pemerintah tidak punya hati karena menyepakati omnibus law RUU Cipta Kerja untuk dibahas di tengah pandemi virus Corona.
Menurutnya, RUU Cipta Kerja dinilai menjadi langkah konkrit dan terobosan dari pemerintah untuk utuk membuat rencana kerja dan memastikan pemulihan ekonomi pasca pandemi covid 19 virus corona. Firman pun menekankan, pemerintah harus segera merespons dampak ekonomi tersebut.
"Jadi semua pihak saya minta jangan berasumi yang tidak-tidak terkait s RUU Cipta Kerja dan jangan juga ini dijadikan komoditi politik. Seharusnya RUU ini betul-betul dijadikan kepentingan nasional. Apalagi RUU ini banyak diharapkan dan menjadi angin segar, tentunya nanti pemerintah bisa melakukan langkah konkrit dan terobosan serta memberikan insentif yang jelas terkait pemulihan ekonomi ini," jelas Firman di Jakarta, Rabu (15/4/2020).
Menurutnya, dampak ekonomi dari Covid-19 dirasakan oleh seluruh negara-negara yang terdampak dan tanpa kecuali termasuk Indonesia dan harus direspon cepat yang terkait permasalahan ekonomi ini dengan segera. Jika pemerintah dan DPR tidak segera membuat regulasi ekonomi yang memadai atau terobosan yang mengimbangi negara lain, maka Indonesia akan ketinggalan dan terpuruk dalam permasalahan ekonomi yang berkelanjutan pasca pandemi.
"Target investasi bisa tidak tercapai, ekonomi kita tidak akan pulih, ditambah lagi tenaga kerja yang sudah banyak menganggur akan terus bertambah dan sangat sulit diatasi. Sekarang justru tepat kita melakukan pembahasan RUU Cipta Kerja ini," kata politikus Golkar ini.
Diketahui, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak keras sikap DPR RI yang telah menyepakati omnibus law RUU Cipta Kerja untuk dibahas di Badan Legislasi (Baleg) di tengah pandemi virus Corona. DPR dinilai tidak punya hati nurani.
“Kami berpendapat, anggota DPR yang mengesahkan pembahasan RUU Cipta Kerja di Baleg tidak punya hati nurani dan tidak memiliki empati kepada jutaan buruh yang sampai saat ini bertaruh nyawa dengan tetap bekerja di pabrik-pabrik, di tengah hinbauab social distancing,” kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangannya, Jumat (3/4/2020).
Firman S berpendapa bahwa Pandemi sdh ditangani secara baik oleh pemerintah, telah dibentuk Gugus Tugas Pandemi Covid 19 yang dipimpin Doni Monardo yang sudah bekerja keras selama ini. Anggota DPR bukan ahli medis, namun semua aggt DPR sudah melakukan gerakan dan tindakan sosial di dapil masing-masing. Oleh karena itu DPR sesuai amanat UU No 12 th 011 tetap harus menjalakan tugas dan fungsi masing-masing sesuai Tupoksinya.
Kalau Komisi kesehatan ya memantau tugas Gugus tugas Pademi covid 19 seperti apa pelaksanaanya dan terus melakukan evaluasi bersama pemerintah. Kalau DPR tdk boleh bekerja bagaiman revisi anggaran utk relokasi dan refukusing anggaran di masing-masing komisi utk mendukung penangan covid 19 ini?! tegas. Firman S.
Kalau Baleg ya tugasnya menyiapkan regulasi membahsaRUU untuk mengantisipsi dan mengatasi pasca pandemi Covid 19,agar bangsa ini tidak terjadi krisis ekonomi berkepanjangan dan menurut saya ini jauh lebih berbahaya,karena data dari Kadin Indonseia pengangguran/PHK atau karayawan yang dirumahkan diperkirakan sdh mecapai 3 juta orang egek dan dampak Pandemi ini, tegas Firman S.
Iqbal meminta omnibus law RUU Cipta Kerja dihapus dari program legislasi nasional (prolegnas) priroritas tahun 2020. Menurutnya, sebaiknya pembahasan RUU tersebut dilakukan setelah pandemi virus Corona berakhir.
“Nanti setelah pandemi Corona teratasi dan strategi pencegahan darurat PHK yang mengancam puluhan bahkan ratusan ribu buruh berhasil dilakukan, baru kita semua bisa berpikir jernih untuk membahas RUU Cipta Kerja,” ujarnya.
Penolakan itu akan disuarakan KSPI melalui aksi di depan DPR RI pada pertengahan April 2020 yang akan melibatkan 50.000 buruh se-Jabodetabek. Aksi itu akan tetap dilakukan di tengah imbauan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran virus Corona.
“KSPI akan melakukan aksi pada pertengahan April 2020 dengan melibatkan 50 ribu buruh se-Jabodetabek. Bahkan buruh tidak gentar dengan risiko tentang Corona maupun adanya larangan mengumpulkan banyak orang. Karena saat ini buruh menghadapi dua ancaman serius terhadap hidupnya dan keluarganya, yaitu yang pertama, ancaman nyawa yang hilang karena belum diliburkan di saat pandemi Corona,” ujar Iqbal.
“Dan yang kedua adalah ancaman masa depan buruh yang terpuruk karena omnibus law RUU Cipta Kerja yang akan dibahas oleh Panja Baleg,” imbuhnya.
Alih-alih membahas RUU Cipta Kerja, menurut Iqbal, DPR sebaiknya fokus membantu pemerintah memikirkan upaya mengatasi penyebaran virus Corona. Selain itu, DPR juga diminta memberi masukan pada pemerintah terkait potensi ancaman PHK yang akan terjadi akibat virus Corona dan setelah pandemi ini berakhir.
“DPR bersama pemerintah fokus memikirkan cara yang efektif dan cepat untuk mengatasi penyebaran virus Corona. Salah satunya dengan meliburkan buruh dengan tetap membayar upah penuh, sebagai langkah social distancing. Sampai hari ini jutaan buruh masih bekerja di perusahaan, mereka terancam nyawanya,” tuturnya.
KSPI melihat ada empat alasan yang akan menyebabkan terjadinya PHK besar-besaran di tengah dan pasca pandemi Corona, yaitu menipisnya bahan baku, anjloknya nilai tukar rupiah, industri pariwisata yang merosot, dan anjloknya harga minyak mentah. KSPI juga punya sejumlah alasan menolak omnibus law RUU Cipta Kerja, di antaranya outsourcing seumur hidup hingga potensi hilangnya jaminan sosial dan hak cuti.
“KSPI berharap anggota DPR RI mendengarkan suara buruh Indonesia dengan menghentikan pembahasan onmnibus law RUU Cipta Kerja sampai pandemi Corona selesai dan tidak terjadi ancaman darurat PHK pasca pandemi Corona,” pungkasnya.
Sebaliknya Firman Soebagyo menegaskan agar masarakat tidak disesatkan dengan pernyataan sikap kelompok yang hanya mementingkan kepentingan kelompoknya dan tidak memahami dan memperhatikan ada kepentingan yang lebih besar kepentigan bangas dan negara ini. Masarakat juga harus memahami bahwa DPR dalam melaksanakan tugas sdh diatur dalam berbagai UU.
Firman balik bertanya kalau pasca pendemi pelaku usaha tak bergerak industrinya lumpuh atau mengalihkan investasinya kenegara lain lalu pekerja kita mau kerja dimana mau kerja apa? Tolong ini dipikir secara jernih dan rasional jangan emosional. (Red)
from MOKI I Kabar-Investigasi.com https://ift.tt/2ykf9Hj
Berita Viral
No comments:
Post a Comment