"SLB ini ada tiga tingkatan satuan pendidikan SD LB hingga SMA LB dan kurikulumnya sama namun disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak," kata Endah Pertiwi di Ambon, Jumat (31/8).
Untuk anak-anak berkebutuhan khusus itu terbagi atas jurusan tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, serta tuna autis.
Sedangkan penerapan kurikulumnya masing-masing pada SMA LB 70 persen merupakan vokasional dan 30 persennya akademis.
Kemudian untuk tingkat SMP LB 40 persen akademis dan 60 persen vokasional, dan tingkat SD LB 30 persen vokasional dan 70 persen akademis.
Menurut dia, banyak ketrampilan yang diterapkan di sini guna mempersiapkan kemandirian mereka, dan kadang-kadang anak yang tunagrahita tidak mungkin melanjutkan ke perguruan tinggi.
"Tujuannya adalah diharapkan saat keluar dari SLB, siswa bisa memfasiitasi dirinya untuk hidup di masyarakat dan demi masa depannya sendiri," tandasnya.
Sehingga berbagai ketrampilan yang diajarkan terdiri dari tata boga, tata busana dan menjahit, ada kerajinan tenun dan membatik, kecantikan, dan kerajinan tangan.
"Out put dari mereka bisa kita lihat dari tahun 2012 sampai sekarang kebanyakan anak-anak yang kerja meski pun bukan di bidang pemerintah," kata Endah Pertiwi.
Jadi untuk ketrampilan ini yang lulusan tahun lalu seperti kerajinan tenun, SLB bekerjasama dengan LSM Cerdas, dimana siswa diberikan modal untuk memproduksi kain tenun lalu dibawa ke Belanda untuk dipasarkan.
Ada anak tunagrahita yang lulus dari sini ikut serta dalam kegiatan Hitihiti Halahala untuk program kecantikan dan dia sudah bisa membuka usaha salon sendiri.
Untuk anak jurusan tunarungu yang suka IT bisa menembus seleksi di Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon dan kuliah di jurusan Pendidikan Luar Sekolah, dan sebelumnya ada anak tunadaksa yang masuk Fakultas Hukum.
"Keberhasilan lewat ketrampilan kita cukup banyak jadi FL2SN seni dan budaya sudah pernah menjadi juara dan bidang olahraga juga berhasil di tingkat provinsi maupun nasional," jelas Endah Pertiwi.
Perhatian pemerintah dengan adanya Undang-Undang nomor 8 tentang penyandang disabilitas harus diperhatikan, hanya untuk pemerintah daerah diharapkan dalam UU itu 2 persen harus menerima anak disabilitas.
Sekarang sudah ada anak SLB dari jurusan tunagrahita di Rumah Sakit Jiwa Ambon yang sudah diangkat menjadi pegawai honor kontrak sebagai cleaning service, dan mudah-mudaha bisa diangkat sebagai ASN karena kalau melalui seleksi tertulis tidak akan lolos sebab akademisnya tidak bisa.
"Kalau kegiatan ke luar daerah merupakan program dari Direktorat BKLK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat bidang khusus dan layanan khusus," katanya.
Untuk lomba LKSN, guru dan siswa sekaligus mereka peragakan di sana dan anak yang sudah lulus dan punya potensi mendapat bantuan modal dari LSM Cerdas lalu hasilnya berupa tenun dipasarkan ke Belanda oleh mereka. (MP-2)
from Malukupost.com https://ift.tt/2PQXlYN
#beritaviral
No comments:
Post a Comment